Tradisi Sekaten – Perpaduan Harmoni Budaya dan Religi di Jawa Timur
Tradisi Sekaten adalah warisan budaya Jawa yang memadukan nilai religi dan budaya untuk memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW.
Tradisi ini telah berlangsung selama berabad-abad dan masih dipertahankan hingga kini di beberapa keraton di Indonesia, khususnya di Yogyakarta dan Surakarta. Berikut ALL ABOUT JAWA TIMUR akan membahas ulasan lengkap mengenai makna, sejarah, prosesi, keunikan, dan nilai-nilai yang terkandung dalam Tradisi Sekaten.

Sejarah Awal Tradisi Sekaten
Tradisi Sekaten berakar sejak abad ke-15 dan 16, dimulai di Kesultanan Demak sebagai kerajaan Islam pertama di Jawa yang menggunakan metode dakwah kreatif. Para Wali Songo, khususnya Sunan Kalijaga, memanfaatkan seni gamelan sebagai media dakwah untuk menarik masyarakat Hindu dan Jawa yang awalnya sulit menerima masuknya Islam.
Gamelan pusaka yang dinamai Kanjeng Kyai Sekati dikeluarkan dan dimainkan di halaman Masjid Agung sebagai bagian dari ritual tahunan yang berlangsung dari tanggal 5 hingga 11 Rabiulawal menurut penanggalan Jawa atau kalender Hijriyah. Tradisi ini kemudian dilanjutkan oleh keraton-keraton Jawa lainnya yaitu di Yogyakarta dan Surakarta hingga kini.
Dukung Timnas Indonesia, Ayo nonton GRATIS pertandingan Timnas Garuda, Segera DOWNLOAD APLIKASI SHOTSGOAL
![]()
Tujuan dan Makna Perayaan Sekaten
Secara utama, Sekaten diselenggarakan untuk memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dengan tujuan religius untuk menguatkan keimanan dan mempererat persaudaraan umat Islam. Selain itu, tradisi ini memiliki misi penting sebagai sarana penyebaran agama Islam di kalangan masyarakat Jawa khususnya pada masa lalu.
Penggunaan musik gamelan yang sangat terkenal dan disukai oleh masyarakat menjadi media dakwah yang efektif untuk menarik perhatian dan memudahkan penyebaran nilai-nilai Islam. Selain aspek keagamaan, Sekaten juga merupakan bukti akulturasi budaya yang harmonis, menggabungkan unsur budaya Hindu Jawa dengan agama Islam secara indah.
Prosesi Utama dalam Tradisi Sekaten
Prosesi Sekaten melibatkan rangkaian acara yang sakral dan penuh makna. Di awal perayaan, dua set gamelan pusaka dari keraton dikeluarkan dari tempat persemayamannya dan dibawa ke Masjid Agung. Gamelan ini akan dimainkan selama enam sampai tujuh hari berturut-turut, dengan pemberhentian sementara pada waktu shalat.
Di hari puncak tanggal 11 Rabiulawal, diadakan pembacaan riwayat hidup Nabi Muhammad SAW di serambi masjid oleh seorang kyai pengulu. Disertai tradisi penyebaran udhik-udhik berupa lemparan uang logam oleh sultan yang melambangkan berkah dan kesejahteraan.
Baca Juga:
Puncak Perayaan: Grebeg Maulud
Puncak kemeriahan Sekaten adalah acara Grebeg Maulud yang diadakan pada tanggal 12 Rabiulawal. Acara ini merupakan ungkapan rasa syukur dan penghormatan terhadap Nabi Muhammad SAW yang ditandai. Dengan pawai membawa gunungan hasil bumi dan makanan yang melambangkan kemakmuran serta kesejahteraan kerajaan.
Gunungan ini kemudian dibagikan kepada masyarakat yang percaya bahwa mendapatkan bagian dari gunungan akan membawa berkah. Prosesi ini diawali dengan persiapan pembuatan gunungan hingga penarikan dan penjagaan oleh bregada prajurit dari keraton.
Keunikan dan Pantangan Dalam Sekaten
Salah satu keunikan Sekaten adalah penggunaan gamelan pusaka khusus yang hanya dimainkan saat perayaan ini. Lagu-lagu yang dimainkan pun merupakan karya khusus yang diyakini dibuat oleh Wali Songo dan memiliki nilai spiritual tinggi. Tradisi ini juga mewajibkan para penabuh gamelan (abdi dalem) untuk menjalankan persiapan fisik.
Berpuasa dan mandi suci sebelum upacara, sekaligus menjaga perilaku dan pantangan tertentu selama masa prosesi. Salah satunya gamelan tidak boleh ditabuh saat siang dan malam Jumat. Hal ini menunjukkan betapa sakral dan dihormatinya upacara ini dalam keseharian keraton dan masyarakat.
Sekaten Sebagai Warisan Budaya Nasional
Sekaten merupakan bagian penting dari kekayaan budaya dan warisan tradisional Indonesia yang melestarikan nilai religi sekaligus seni budaya Jawa. Upacara ini tidak hanya memperingati kelahiran Nabi Muhammad SAW secara spiritual, namun juga menjadi simbol toleransi dan akulturasi budaya antara Islam dan budaya lokal.
Meskipun tradisi ini mulai ada sejak zaman kerajaan Islam di Jawa, perayaan Sekaten tetap relevan dan dinikmati hingga era modern saat ini sebagai sarana edukasi sejarah dan identitas budaya masyarakat setempat. Bahkan, sebagian besar masyarakat dan wisatawan domestik maupun mancanegara tertarik menyaksikan dan mengikuti perayaan ini di kota Yogyakarta dan Surakarta.
Kesimpulan
Tradisi Sekaten mengajarkan kita bagaimana agama dan budaya bisa bersinergi dalam memperkuat kebersamaan dan nilai-nilai spiritual. Melalui prosesi yang sakral, seni musik, dan tradisi turun-temurun, Sekaten tetap eksis. Sebagai peringatan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW dan juga sebagai cerminan sejarah penyebaran Islam di Jawa.
Dengan memahami dan melestarikan Sekaten, kita turut menjaga warisan budaya yang penuh makna bagi generasi sekarang dan masa depan. Manfaatkan juga waktu anda untuk mengeksplorasi lebih banyak lagi informasi terupdate lainnya hanya di ALL ABOUT JAWA TIMUR.
Sumber Informasi Gambar:
- Gambar Pertama dari jogjaindotrans.com
- Gambar Kedua dari rri.co.id